Tampilkan postingan dengan label Anti Hoax. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anti Hoax. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Februari 2018

Sikap Keluarga Gus Dur Terkait Kontroversi Pernyataan Prabowo

Jakarta, RMI NU Tegal. Keluarga KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) akhirnya mengeluarkan pernyataan sikap terkait kontroversi pernyataan Prabowo Subianto yang dinilai merendahkan Gus Dur dalam satu wawancara dengan wartawan asing Allan Nairn pada 2001 silam dan telah beredar luas. Berikut pernyataan sikap yang disampaikan oleh istri Gus Dur Hj. Sinta Nuriyah A. Wahid, beserta keempat puterinya. (Red:Anam)

?

Sikap Keluarga Gus Dur Terkait Kontroversi Pernyataan Prabowo (Sumber Gambar : Nu Online)
Sikap Keluarga Gus Dur Terkait Kontroversi Pernyataan Prabowo (Sumber Gambar : Nu Online)

Sikap Keluarga Gus Dur Terkait Kontroversi Pernyataan Prabowo

SIKAP KELUARGA KH ABDURRAHMAN WAHID

MENGENAI KONTROVERSI WAWANCARA BP. PRABOWO SUBIANTO

YANG DIANGGAP HINA GUS DUR

RMI NU Tegal

?

PERNYATAAN PERS

?

RMI NU Tegal

Beberapa waktu terakhir ini, media massa ramai memberitakan komentar mengenai KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang disebut-sebut telah dilontarkan oleh Bapak Prabowo Subianto dalam wawancara oleh Sdr. Allan Nairn pada tahun 2001.

Pernyataan ini menjadi sebuah kontroversi publik, utamanya karena muncul di dalam suasana bangsa Indonesia yang sangat dinamis pada proses puncak perhelatan demokrasi di Indonesia, yaitu Pemilihan Presiden 2014.

Sehubungan dengan situasi tersebut:

Keluarga Gus Dur telah berjumpa dan berdiskusi dengan Sdr. Allan Nairn selaku pewawancara dan penulis artikel, untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai konteks komentar mengenai Gus Dur dalam wawancara tersebut. Dari pertemuan ini kami menyimpulkan bahwa komentar tersebut diutarakan dalam pembahasan mengenai tidak siapnya bangsa Indonesia terhadap demokrasi di negara ini. Berlandaskan prinsip keadilan, dan demi menjaga agar situasi ini tidak berkembang menjadi fitnah publik berkepanjangan, kami membuka komunikasi dan mengharapkan klarifikasi dari Bapak Prabowo Subianto mengenai pernyataan yang sudah menjadi polemik publik ini. Apabila pernyataan Bapak Prabowo Subianto dalam wawancara tersebut benar adanya, walaupun dilontarkan dalam konteks pembahasan mengenai demokrasi di Indonesia, maka kami sangat menyesalkan pernyataan tersebut. Sebagai tokoh nasional, kami berharap Bapak Prabowo mampu meneladankan sikap non-diskriminatif kepada siapapun warga bangsa tanpa menilik perbedaan fisik. Begitu pun sikap menghormati pemimpin bangsa yang terpilih oleh rakyat melalui mekanisme demokratis, siapapun ia.? Pernyataan bernada merendahkan terhadap Gus Dur tersebut menjadi kontras dengan masifnya penggunaan figur Gus Dur dalam kampanye yang dilakukan oleh pendukung Bapak Prabowo Subianto selama ini di seluruh penjuru Indonesia. Para pecinta Gus Dur dan sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya telah mendesak kami untuk mencapai sikap dan penyelesaian akhir dalam merespons persoalan ini. Kami meminta masyarakat untuk menahan diri dari sikap emosional dan reaktif terhadap persoalan ini, mengingat persoalan sensitif ini muncul dalam suasana puncak kampanye Pemilihan Presiden 2014. Kita seyogyanya mengedepankan prinsip dialog untuk menggali kebenaran, sebagaimana selalu diteladankan oleh guru kita Al-Maghfurlah Gus Dur. Demikian pernyataan keluarga KH Abdurrahman Wahid dalam mensikapi kontroversi yang berkembang terkait pernyataan dari Bapak Prabowo Subianto pada tahun 2001 mengenai ayahanda kami Gus Dur.

Semoga peristiwa ini menjadi bahan pelajaran bagi kita semua untuk selalu menjaga sikap ksatrya dan menghargai perbedaan pandangan tanpa bersikap merendahkan orang lain.

?

Jakarta, 5 Juli 2014

Atas nama keluarga KH Abdurrahman Wahid

?

Hj. Sinta Nuriyah A. Wahid

Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid)

Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid)

Anita Hayatunnufus (Anita Wahid)

Inayah Wulandari (Inayah Wahid)

?

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Anti Hoax, Internasional RMI NU Tegal

Sabtu, 17 Februari 2018

Penjaga Cahaya Religiusitas di Ibukota Jakarta

Jakarta sebagai ibukota Indonesia identik dengan kehidupan metropolitan yang gemerlap dan hedonis. Tetapi cahaya pendidikan keagamaan masih bersinar di beberapa tempat, salah satunya di Pesantren Assidiqiyah Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Pesantren ini juga masih mempertahankan beberapa tradisi pengajian salaf, disamping pengajaran dari kurikulum resmi pemerintah. 

Pada awalnya, Kiai Nur Iskandar sendiri agak ragu ketika pertama kali ingin mendirikan pesantren di lokasi tersebut. Awalnya, sebagai santri Pesantren Lirboyo, ia diminta oleh KH Mahrus Ali, pengasuh Lirboyo untuk mendirikan pesantren di Jakarta, tetapi ia belum berani memutuskan. Bahkan ketika ada seseorang yang berniat memberi tanah wakaf, ia pun masih ragu. Isyarat datang ketika berangkat haji ke Makkah, ia diminta oleh seorang asing untuk mengaji. Awalnya Kiai Nur menolak karena merasa masih muda padahal disitu ada beberapa kiai senior seperti KH As’ad Syamsul Arifin, KH Subakir, dan Kiai Muhtar Syafaat. Oleh beberapa kiai tersebut, permintaan orang asing tersebut dimaknai sebagai perintah untuk mendirikan pesantren. 

Penjaga Cahaya Religiusitas di Ibukota Jakarta (Sumber Gambar : Nu Online)
Penjaga Cahaya Religiusitas di Ibukota Jakarta (Sumber Gambar : Nu Online)

Penjaga Cahaya Religiusitas di Ibukota Jakarta

Setibanyak di Jakarta, langsung saja, tanah wakaf tersebut di terima dan dibangun masjid. Tahun 1985 resmi dibuka pesantren. Dari satu-dua santri, akhirnya pesantrennya terus berkembang sehingga tanah di sekitar masjid tersebut dibeli untuk perluasan pesantren. Bukan hanya di Kebun Jeruk saja, bahkan kini Assidiqiyah sudah memiliki cabang di delapan lokasi di seluruh Indonesia seperti di Batu Ceper, Puncak Cianjur, Palembang, Lampung, dan lainnya.

RMI NU Tegal

Muhammad Riza Azizi, pengasuh pesantren Assidiqiyah di kawasan Puncak Cianjur yang ditemui di Assidiqiyah Kebun Jeruk menjelaskan, beberapa tradisi pesantren salaf masih dipertahankan seperti ngaji sorogan. Beberapa kitab kuning juga masih diajarkan seperti Jurumiyah, Imriti, Tafsir Jalalain, Taklimul Mutaallin, dan beberapa lainnya.   

Para santri memiliki jadual yang sangat padat. Dari papan pengumuman yang dipasang di salah satu area pesantren, pada jam 03.30 santri sudah harus bangun untuk shalat tahajjud dan istighotsah. Setelah shalat Subuh, jadual pelajaran bahasa Arab atau Inggris sudah menunggu dalam bentuk small group atau pelajaran di kelas. Sekolah formal berlangsung sampai 12.30 dan pada pukul 16.00-17.30 santri harus mengikuti Madrasah Diniyah. Malam hari, mereka masih harus belajar Al-Qur’an, Tafsir Jalalain, dan belajar mandiri. Baru pukul 22.00 mereka bisa istirahat.

Di Assidiqiyah Kebon Jeruk, jumlah santri sekitar 800 yang belajar di tingkat SMP, Aliyah dan Ma’had Ali. Selain adanya kajian agama yang lengkap, menurut Riza Azizi, biaya yang murah juga menjadi faktor wali santri mengirimkan anaknya ke pesantren ini. Dalam satu bulan, orang tua hanya perlu membayar 900 ribu yang sudah meliputi biaya makan tiga kali, sekolah dan fasilitas asrama dengan ranjang tidur. Untuk ukuran Jakarta, biaya tersebut cukup murah, apalagi jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta yang bayarannya saja bisa diatas satu juta. 

RMI NU Tegal

Jika digabungkan dengan cabang-cabangnya, jumlah total santri lebih dari 3.000. Kebijakan kurikulum masing-masing pesantren ada yang terstandarisasi dari pusat seperti pembelajaran Qur’an dengan metode Yambu’a sedangkan hal lainnya, masing-masing cabang diizinkan melakukan inovasi karena masing-masing kondisinya berbeda, baik kemampuan masyarakat maupun tenaga pengajarnya. 

Sementara itu, para santri berasal dari jaringan alumni dan ketokohan pengaruh pesantren, khususnya Kiai Nur Iskandar yang sudah berkiprah di dunia dakwah lebih dari 30 tahun. Beberapa alumni juga menjadi dai populer seperti Ustadz Solmet, Ustadz Fikri Haikal, Ustadz Anwar Pandeglang dan lainnya. Mereka turut mempromosikan pesantren Assidiqiyah ke masyarakat. Keberadaan para alumni yang menjadi dai tersebut menunjukkan apa yang diajarkan di pesantren ini bisa diteruskan ke masyarakat melalui para alumni. Juga mengharumkan nama pesantren atas keberhasilannya dalam mendidik mereka. 

Mengingat biaya operasional yang mahal, pesantren memiliki sejumlah unit usaha seperti SQ Mart dengan motto “Dari santri, oleh santri, untuk santri.” Keuntungan dari unit usaha ini kembali ke kas pesantren untuk kebutuhan sehari-hari. 

Program Ma’had Ali merupakan program tiga tahun yang setara dengan D3. Pesantren mendorong mereka untuk melanjutkan ke S1 karena juga sudah ada STAI di Karawang. Para mahasantri bisa mengkonversi kuliahnya dan tinggal menambah satu tahun untuk menambah kekurangan mata kuliah dan menulis skripsi.

Untuk pelajar SMP-Aliyah, mereka juga memiliki beberapa kegiatan seperti drumband, tata bonga, hadrah dan marawis. 

Ditengah persaingan ketat berbagai lembaga pendidikan, pesantren Assidiqiyah terus mampu menjaga eksistensinya, menjaga cahaya religiusitas di ibukota Jakarta. (Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Anti Hoax RMI NU Tegal

Jumat, 09 Februari 2018

Ribuan Warga Jatim Ikuti Napak Tilas KH Nawawi, Pejuang Kemerdekaan

Sidoarjo, RMI NU Tegal. Ribuan warga Sidoarjo dan Mojokerto, mengikuti napak tilas memperingati gugurnya pejuang syuhada kemerdekaan KH Nawawi, Sabtu (7/11) malam. Start napak tilas dimulai dari dusun Sumantoro desa Plumbungan Sukodono Sidoarjo menuju pesantren An-Nawawi di Kota Mojokerto.

Ribuan Warga Jatim Ikuti Napak Tilas KH Nawawi, Pejuang Kemerdekaan (Sumber Gambar : Nu Online)
Ribuan Warga Jatim Ikuti Napak Tilas KH Nawawi, Pejuang Kemerdekaan (Sumber Gambar : Nu Online)

Ribuan Warga Jatim Ikuti Napak Tilas KH Nawawi, Pejuang Kemerdekaan

Sebelum peserta napak tilas diberangkatkan, salah satu anggota Banser Sooko Mojokerto melakukan aksi teaterikal yang mengkisahkan gugurnya perjuangan KH Nawawi. Dalam teaterikal digambarkan bahwa KH Nawawi yang kebal dengan peluru tembak itu akhirnya gugur dengan empat luka tusukan pisau bayonet tentara Belanda tepat di lehernya.

Kemudian, di Dusun Sumantoro Desa Plumbungan tempat gugurnya itu akhirnya dibangunlah monumen KH Nawawi pada tanggal 22 Agustus 1946.

RMI NU Tegal

Pelaksana Jabatan (PJ) Bupati Sidoarjo Jonathan Judyanto menuturkan, kegiatan napak tilas merupakan bentuk atau bukti bahwa generasi penerus bangsa dalam menghargai jasa para pahlawannya. Dirinya berharap agar tradisi seperti ini terus dikembangkan dan dilestarikan.

RMI NU Tegal

"Sebagai generasi penerus bangsa harus melaksanakan dan terus mendharmabaktikan hidup sebagaimana yang telah dibuktikan oleh leluhur kita dalam membangun bangsa Indonesia," tuturnya.

Ketua DPRD Sidoarjo H Sulamul Hadi Nurmawan menyatakan, napak tilas bukan sekadar dimaknai dengan berjalan kaki menuju tempat dimakankannya KH Nawawi di Mojokerto. Tetapi untuk mengenang dan merasakan perjuangan KH Nawawi dalam mengusir penjajah.

"Semoga kita bisa meniru dan merasakan perjuangan beliau dalam melawan penjajah," ucap Gus Wawan yang juga pernah menjadi Ketua IPNU Jawa Timur ini.

Dalam acara tersebut, nampak hadir PJ Bupati Sidoarjo Jonathan Judyanto, Ketua DPRD Sidoarjo H Sulamul Hadi Nurmawan, Cicit KH Nawawi yang juga sebagai anggota DPRD Sidoarjo H Khulaim Junaedi, Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimka), ribuan warga Sidoarjo dan Mojokerto. (Moh Kholidun/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Anti Hoax, Habib RMI NU Tegal

Rabu, 31 Januari 2018

Lahirnya Kelompok Intelegensia Islam Tradisional

Oleh W Eka Wahyudi

Tahun 1950-an merupakan era pembentukan kelompok ? intelegensia di kalangan Islam tradisionalis. Fenomena ini merupakan imbas dari kelompok reformis-modernis yang telah menjadi bagian dari elite-politik penguasa pada saat itu. Salah satu indikasinya adalah dilegitimasinya PII dan HMI sebagai organisasi satu-satunya bagi pelajar dan mahasiswa Muslim pasca keputusan Kongres al-Islam pada tahun 1949 (Yudi Latif, 2013: 391 ), yang pada gilirannya menggeser peranan kalangan tradisionalis dari dinamikan organisasi nasional.

Lahirnya Kelompok Intelegensia Islam Tradisional (Sumber Gambar : Nu Online)
Lahirnya Kelompok Intelegensia Islam Tradisional (Sumber Gambar : Nu Online)

Lahirnya Kelompok Intelegensia Islam Tradisional

Realitas ini kemudian menimbulkan gejolak bagi para mahasiswa yang mempunyai kultur Islam tradisionalis pondok pesantren. Karena, para pemuda dari kalangan pesantren sulit mendapatkan tempat dan cenderung tidak diakomodasi aspirasi-aspirasinya di dalam organisasi. Disinyalir, hal ini juga merupakan dampak dari mencuatnya friksi yang terjadi antara NU dan Masyumi pada tahun 1950-1960 an. “perseteruan” ini belakangan mengkooptasi kalangan pelajar dan mahasiswanya.

Sehingga, para mahasiswa yang berlatar belakang dari kalangan Islam tradisional sering mengkonsolidir potensi-potensinya di kos-kosan daerah Bumijo, Yogjakarta (kawasan sebelah barat perempatan Tugu) guna merumuskan dengan matang gerakan kaum muda NU pada selanjutnya. Desakan akan kebutuhan terhadap wadah pembinaan pelajar NU inipun, disambut dengan momentum diselenggarakannnya Konferensi LP. Ma’arif di Semarang pada bulan Februari 1954. Sehingga, gagasan progresif kaum muda NU tersebut dijadikan sebagai salah satu agenda pembahasan dalam pelaksanaan Konferensi. ? Secara ringkas, akhirnya dalam Konferensi LP Ma’arif kala itu, berhasil mengesahkan berdirinya organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang saat itu bertepatan pada tanggal 24 Februari 1954/ 20 Jumadil Akhir 1373 H. walhasil, tanggal inilah yang dinobatkan sebagai hari lahirnya organisasi pelajar NU.

Pada tanggal itulah merupakan periode kelahiran kelompok intelegensia kalangan Islam tradisionalis yang pada masa depan mampu memberikan khazanah pada dinamika keorganisasian di Indonesia. Gebrakan lahirnya para cendikia di kalangan NU ini menyusul semakin pesatnya para mahasiswa yang mempunyai latar belakang Islam tradisional masuk ke universitas-universitas pada tahun 1950-an. Diantaranya: Tolchah Mansoer (UGM), Ismail Makky dan Munsif Nachrowi (IAIN Yogjakarta), Mahbub Djunaidi (UI) dan beberapa kelompok kaum muda terdidik lainnya seperti Mustahal Ahmad, Sofyan Kholil dan Abdul Ghani Farida.

Peningkatan jumlah mahasiswa tradisionalis ini, terutama juga disebabkan pasca pendirian perguruan-perguruan tinggi agama islam. Misalnya, di luar IAIN pada saat itu, berhasil didirikan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama di Solo pada tahun 1958, walaupun hanya satu fakultas, yakni syariah.?

RMI NU Tegal

Selanjutnya, pasca deklarasi pendirian IPNU melalui muktamar LP Ma’arif, tepatnya dua bulan kemudian pada tanggal 30 April s/d 1 Mei 1954, ? IPNU menyelenggaran Konferensi “Segi Lima”. Kenapa Konferensi ini disebut segi lima? karena pada saat itu dihadiri oleh kalangan assabiqunal awwalun IPNU yang terdiri dari lima daerah yakni; Jombang, Yogjakarta, Solo, Semarang dan Kediri.?

Konferensi ini kemudian menghasilkan kesepakan yang menandai kerja kelompok intelegensia Islam tradisionalis, yang antara lain;1) menjadikan Ahlusunnah wal jamaah sebagai asas organisasi, 2) tujuan organisasi yakni turut andil dalam mengemban risalah islamiyah, 3) mendorong kualitas pendidikan agar lebih baik dan merata, serta 4) mengkonsolidir kalangan pelajar. ?

RMI NU Tegal

Munculnya, kelompok cendikia “jenis baru” ini pada gilirannya menandakan perkembangan perspektif oleh kaum muda tradisionalis terhadap isu-isu rasionalisme, teknologi, pendidikan modern dan kondisi sosial . Sehingga pada kurun waktu tersebut NU telah memiliki lapisan intelegensianya tersendiri.?

Namun, corak intelegensia yang dimiliki oleh kaum muda ini berbeda dengan Muhammdiyah. Jika kalangan muhamaddiyah cenderung terilhami oleh gerakan pembaharu Muhammd Abduh yang modernis, namun kalangan muda NU tetap mempertahankan sikap konservatifnya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tradisi. Sehingga, jenis tipologi intelegensia kaum muda NU yang dalam hal ini direpresentasikan oleh IPNU lebih cocok jika dikategorikan sebagai “konservatif-modernis”. Yaitu tipe pemikiran yang sudah terbuka dengan pandangan-pandangan modern, namun tetap memelihara sekaligus menjaga kearifan dan keluhuran tradisi. Sebuah karakter pemikiran yang relevan diterapkan di Indonesia.

Selamat Harlah IPNU ke 63, Salam Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.

Penulis adalah Direktur Lembaga Komunikasi Perguruan Tinggi Pimpinan Pusat IPNU

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Anti Hoax, Pendidikan, Warta RMI NU Tegal

Rabu, 24 Januari 2018

Rais Aam: NU Mengayomi Semua Umat

Garut, RMI NU Tegal. Pejabat Rais Aam PBNU KH A. Mustofa Bisri menegaskan NU adalah pemimpin umat, bukan pemimpin sebagian umat saja. Pemimpin yang hanya mengayomi sebagian golongan saja tidak layak disebut sebagai pemimpin. NU didirikan untuk mengayomi semua umat.

Kiai yang akrab disapa Gus Mus ini kemudian merujuk pada masa pra-lahirnya jam’iyyah? Nahdlatul Ulama. Saat itu para santri muda yang kemudian menjadi pendiri NU menjalin komunikasi dan memikirkan strategi perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia di tengah-tengah masa studi mereka di Arab Saudi.

Rais Aam: NU Mengayomi Semua Umat (Sumber Gambar : Nu Online)
Rais Aam: NU Mengayomi Semua Umat (Sumber Gambar : Nu Online)

Rais Aam: NU Mengayomi Semua Umat

"Para santri muda tersebut diantaranya adalah KH Hasyim Asy’ari (Jombang), KH Bisri Sansuri (Denanyar), KH Wahab Hasbullah (Tambakberas), dan KH Anwar Musyaddad (Garut)," katanya pada pidato majma buhuts an-nahdliyah di pesantren Al-Musaddadiyah, Garut, Jawa Barat, Sabtu (31/5).

RMI NU Tegal

Dalam kapasitasnya sebagai santri, mereka tidak saja mendoakan komunitas pesantren di tanah air, melainkan juga mendoakan seluruh rakyat Nusantarayang sedang dijajah. Bahkan, kemudian kecintaan para santri muda di tanah Arab itu terejawantahkan ketika mereka mulai mendiskusikan perlunya organisasi yang akan mewadahi kaum santri dan pesantren untuk merebut kedaulatan Nusantara dari tangan penjajah.

RMI NU Tegal

Dimensi jam’iyyah dan sekaligus jama’ah

Masih menurut KH A. Mustofa Bisri, para pendiri NU sadar betul dawuh Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah bahwa kebathilan yang terorganisir saja akan mengalahkan kebaikan, apalagi bila kebaikan diorganisir maka niscaya problematika umat dan bangsa akan dengan mudah diselesaikan.

Namun sayangnya, kritik Gus Mus, NU hingga kini belum juga bertransformasi menjadi jam’iyyah atau organisasi yang sesungguhnya. NU hanya kuat pada tingkat jama’ah saja. Padahal yang menjadi garis pembeda antara NU dengan organisasi-organisasi lainnya adalah NU memiliki dimensi jam’iyyah dan sekaligus jama’ah.

“Ini yang otentik dari NU dan tidak ada di organisasi lainnya. Kalau pun ada itu hanya meniru-niru NU,” tegas Kiai yang produktif menulis karya sastra ini.“Bila banyak pengamat NU seperti Mitsuo Nakamura, Andree Feillard, atau Martin van Bruinessen heran kenapa organisasi seperti NU ini tidak mati-mati, justru saya heran kenapa organisasi sebesar ini tidak hidup-hidup juga,” kritik Gus Mus yang disahut dengan tepukan riuh peserta yang hadir.

Pejabat Rais Aam yang menggantikan tongkat kepemimpinan KH Sahal Mahfudh ini menyebutkan,? yang membedakan antara NU dengan organisasi lainnya adalah karena NU bermula dari adanya komunitas-komunitas di berbagai penjuru Nusantara. Komunitas-komunitas tersebut memiliki karakteristik yang sama, yakni ada kiai, santri dan masyarakat pesantren. Dengan kata lain, NU sudah terlebih dahulu lahir sebagai jama’ah yang kemudian melatar-belakangi kelahirannya sebagai jam’iyyah (organsiasi).

Hal lain yang membuat NU otentik dibandingkan dengan organisasi lainnya adalah keberadaan orang-orang yang seolah-oleh mewakafkan dirinya untuk masyarakat. Mereka adalah para kiai yang jadi sumber rujukan masyarakat.

Gus Mus memberikan contoh, misalnya orang sakit datang ke kiai untuk diberi minum air yang sudah didoakan, orang tua menitipkan anaknya di pesantren untuk diberi pengetahuan, ingin berdagang minta didoakan agar dagangannya laris, akan bercocok tanam sowan ke kiai untuk didoakan agar tidak diserang hama, dan seterusnya. Semuanya dipenuhi para kiai tanpa dibayar. Para kiai tersebut hanya ingin meniru Nabi Muhammad SAW yang memperkenalkan konsep pemimpin sebagai khadimul ummah, bukan pemimpin yang justru merepotkan umatnya.

‘Alaikum bil NU’

Namun sayangnya, kiai yang penyair tersebut mengajukan kritik, sebagai organisasi besar NU seringkali diperalat oleh orang-orang luar. Padahal Gus Mus berkeyakinan bahwa apa yang disebut ‘alaikum bis sawadil a’dhom adalah sama dengan ‘alaikum bil NU’.

Anggota NU saat ini lebih dari 70 juta pengikut. Pengikut NU saja sudah tiga kali lipat lebih dibandingkan dengan jumlah total penduduk Arab Saudi. “Namun sebagai organisasi, NU hingga kini belum sepenuhnya organisatoris, kata Gus Mus.”

Bila NU bisa lebih terstruktur, niscaya akan menjadi kekuatan yang dahsyat bagi perubahan di negeri ini. Hal ini bisa terjadi bila, salah satunya, NU menjalankan tertib organisasi secara benar seperti semua elemen di tubuh NU berada satu garis komando dari Rais Aam. (Saifuddin Ihsan/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Anti Hoax, Internasional, Cerita RMI NU Tegal

Sabtu, 20 Januari 2018

Pernyataan Jaringan Gusdurian terhadap Pelarangan Diskusi, Buku, dan Pemutaran Film

Jakarta, RMI NU Tegal. Semenjak pemerintahan Orde Baru tumbang, ? kita sudah bekerja keras membangun demokrasi dan pemerintahan sipil demi menjamin hak-hak dasar warga negara, yaitu kemerdekaan berpikir, berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat. ?

Gus Dur adalah salah satu penggerak masyarakat yang memperjuangkan supremasi sipil, karena Gus Dur meyakini pembebasan dari segala jenis penindasan adalah prasyarat untuk menjamin kemanusiaan.?

Pernyataan Jaringan Gusdurian terhadap Pelarangan Diskusi, Buku, dan Pemutaran Film (Sumber Gambar : Nu Online)
Pernyataan Jaringan Gusdurian terhadap Pelarangan Diskusi, Buku, dan Pemutaran Film (Sumber Gambar : Nu Online)

Pernyataan Jaringan Gusdurian terhadap Pelarangan Diskusi, Buku, dan Pemutaran Film

Dewasa ini di berbagai daerah marak terjadi kasus pembubaran diskusi, razia buku, serta penolakan pemutaran film. Umumnya pelarangan-pelarangan tersebut dilakukan dengan tuduhan dan ancaman. Muaranya adalah membuat warga ketakutan terhadap ide dan gagasan tertentu. Ketakutan yang berlebihan itu akan berujung pada penindasan.

Hal ini sangat bertentangan dengan konstitusi yang menjamin kebebasan berkumpul dan ? mengemukakan pendapat sehingga pelarangan buku/film dan diskusi tersebut ? adalah suatu pelanggaran hak konstitusional.

RMI NU Tegal

Jaringan GUSDURian sangat menentang sejumlah kejadian yang dapat memasung kebebasan berpendapat dan berserikat tersebut. Atas maraknya sejumlah aksi penindasan hak warga tersebut, Jaringan Gusdurian Indonesia menyatakan:

1. Menolak segala bentuk pelarangan diskusi, ? pemutaran film, dan razia buku. Karena hal itu bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi.

2. Menuntut kepada segenap aparat penegak hukum untuk aktif melindungi hak kebebasan berpendapat dan berserikat yang dilindungi oleh konstitusi.

RMI NU Tegal

3. Mendukung kemerdekaan berserikat dan kebebasan menyatakan pendapat. Karena kemerdekaan adalah syarat mutlak pembebasan dari setiap bentuk penindasan.

4. Menyerukan kepada gusdurian dan masyarakat sipil untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara Indonesia, yaitu kebebasan berpendapat dan berserikat, termasuk diantaranya diskusi buku dan melakukan pemutaran film.

5. Mengajak kepada masyarakat untuk mengedepankan dialog, ? kerukunan, dan mempererat tali persaudaraan di tengah berbagai isu yang dapat memecah belah bangsa.

Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia,

Alissa Wahid

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Sejarah, Nahdlatul Ulama, Anti Hoax RMI NU Tegal

Rabu, 17 Januari 2018

Polwan Cantik dengan Berjilbab

Dengan mempelajari asbab nuzul ayat-ayat tentang perintah jilbab dapat disimpulkan bahwa jilbab lebih bernuansa ketentuan budaya ketimbang ajaran agama.

Sebab, jika jilbab memang ditetapkan untuk perlindungan, atau lebih jauh lagi, untuk meningkatkan prestise kaum perempuan beriman, maka dengan demikian dapatlah dianggap bahwa jilbab merupakan sesuatu yang lebih bernuansa budaya daripada bersifat religi.

Apapun pilihan perempuan, harus dihargai dan dihormati sehingga terbangun kedamaian di masyarakat. Dalam realitas sosiologis di masyarakat jilbab tidak menyimbolkan apa-apa; dianggap menjadi lambang kesalehan dan ketakwaan. Tidak ada jaminan bahwa pemakai jilbab adalah perempuan salehah, sebaliknya perempuan yang tidak memakai jilbab bukan perempuan shalehah. Jilbab tidak identik dengan kesalehan dan ketakwaan seseorang. Sesungguhnya perbedaan para pakar hukum dalam memahami hukum jilbab adalah sangat manusiawi.

Polwan Cantik dengan Berjilbab (Sumber Gambar : Nu Online)
Polwan Cantik dengan Berjilbab (Sumber Gambar : Nu Online)

Polwan Cantik dengan Berjilbab

Perbedaan pendapat muncul karena perbedaan dalam memahami makna ayat dan pertimbangan-pertimbangan nalar mereka. Dari sini, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa masalah jilbab dan batas aurat perempuan merupakan masalah khilafiyah yang tidak harus menimbulkan tuduh menuduh apalagi kafir mengkafirkan.

Seiring dengan itu apakah Polri bakal menghormati kebebasan beragama dengan mengizinkan polwan memakai jilbab. Alhamdulillah sikap Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman membolehkan polwan boleh berjilbab karena itu adalah hak asasi manusia. Menurut ketentuan sebelumnya, anggota polwan dilarang menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan ketentuan tata busana seragam polwan; mereka yang ngotot menggunakan jilbab sebagai akibatnya bisa diberhentikan atau mengundurkan diri atau minta "pensiun" dini.

Ketentuan lama itu jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan setiap warga negara Indonesia beragama dan berkeyakinan. Negara juga menjamin kebebasan setiap warga negara beribadah sesuai dengan keyakinan keagamaannya. Dan, salah satu bentuk ibadah itu adalah pemakaian jilbab atau hijab bagi Muslimah.

Pelarangan pemakaian jilbab bagi anggota polwan yang ingin memakai jilbab jelas pula bertentangan dengan Pancasila, baik sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adalah wajar jika ada kalangan polwan yang berpendapat pemakaian jilbab selaras belaka dengan kedua sila tersebut. Sebaliknya, pelarangan tersebut bisa mengakibatkan dampak negatif pada sila ketiga, Persatuan Indonesia.

RMI NU Tegal

Tak kurang pentingnya, pelarangan jilbab itu juga bertentangan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip ini dalam wacana kontemporer sering disebut sebagai multikulturalisme, yang sederhananya adalah politics of recognition, politik pengakuan terhadap keragaman, termasuk dalam hal agama.

Karena itu, jika Kapolri menghormati HAM Universal tentang freedom of conscience, kebebasan beragama, dan UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika, pelarangan pemakaian jilbab itu harus segera dicabut. Tidak sepatutnya Polri yang seharusnya menghormati dan menegakkan semua ketentuan dan prinsip tersebut justru memiliki ketentuan bertentangan.

Jika Kapolri mau becermin dari realitas, banyak negara yang menganut sekularisme, semacam Amerika Serikat, juga mengizinkan pemakaian jilbab bagi Muslimah. Begitu pula negara seperti Inggris, yang dengan prinsip multikulturalisme mengizinkan Muslimah yang bekerja sebagai polisi atau aparat pemerintah lainnya untuk memakai jilbab.

Kapolri juga tidak perlu jauh-jauh melihat kebijakan pemerintah negara-negara semacam ini. Orang dengan mudah bisa menemukan Muslimah berjilbab di Kedutaan Besar AS, Inggris, Jepang, dan banyak lagi. Saya pernah dikonsultasi seorang duta besar negara sahabat beberapa tahun lalu, yang kaget dan nervous ketika satu pagi menemukan sekretaris pribadinya memakai jilbab. Saya menenangkan sang dubes agar tidak usah nervous karena jilbab tidak ada hubungannya dengan radikalisme, fundamentalisme, atau domestifikasi terhadap kaum perempuan Muslimah. Jadi, biarkan saja yang bersangkutan memakainya.

RMI NU Tegal

Memang ada juga negara yang menganut religiously unfriendly secularism, sekularisme tidak bersahabat pada agama, semacam Prancis atau Turki yang melarang PNS perempuan memakai simbol-simbol agama, termasuk jilbab. Tetapi, pelarangan ini terus mendapat perlawanan, bukan hanya dari kaum Muslimin-Muslimat, tetapi juga dari pemikir, aktivis, dan LSM advokasi HAM dan kebebasan beragama.

Indonesia jelas tidak menganut sekularisme, meski juga tidak berdasar agama tertentu, khususnya Islam yang merupakan agama yang dipeluk mayoritas absolut penduduknya. Meski, di kalangan jumhur ulama--ulama arus utama--masih terdapat khilafiyah, perbedaan pendapat tentang apakah rambut perempuan itu aurat. Banyak ulama memandang rambut sebagai aurat sehingga perlu ditutup, tapi banyak pula yang berpendapat rambut bukan aurat sehingga tak perlu ditutupi. Sebab itu, menjadi pilihan pribadi masing-masing Muslimah mengikuti salah satu pendapat jumhur ulama--memakai atau tidak memakai jilbab.

Bagaimanapun, pemakaian jilbab oleh Muslimah yang mengikuti pendapat pertama mestilah diapresiasi dan dihargai. Apalagi, jilbab yang mereka pakai adalah jilbab yang modest, sederhana, dan tidak berlebihan, yang mencerminkan sikap washatiyah seperti umumnya Muslimah dan Muslimin Indonesia.

Atas dasar sikap washatiyah itu pula, pemakaian burqa dan niqab, cadar penuh (full-veiled) di Indonesia tidaklah tepat. Lagi pula, cadar mengandung masalah "sekuriti" dan lebih merupakan budaya masyarakat Arab dibandingkan Indonesia. Sebab itu, perlu penyadaran bagi para segelintir pemakai burqa dan niqab di Indonesia tentang masalah-masalah pokok yang terkandung dalam penutup rambut dan muka seperti itu.

Namun, sekali lagi, jilbab atau hijab jelas tidak sama dengan burqa dan niqab. Karena itu, biarlah Muslimah yang ingin tampil dengan jilbab atau hijab sederhana dan bahkan fashionable untuk mengenakannya polwan akan lebih cantik dan anggun ketika berjilbab. Tidak perlu ada ketentuan pelarangan, seperti juga tidak perlu adanya ketentuan yang mewajibkan pemakaiannya. Biarlah masing-masing Muslimah mengikuti salah satu dari ijtihad ulama arus utama tadi dan juga kata hatinya.

?

* Ketua Lembaga Rijalul Ansor Sultra, pengasuh acara Sinar RRI Kendari

?

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Anti Hoax RMI NU Tegal

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs RMI NU Tegal sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik RMI NU Tegal. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan RMI NU Tegal dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock