Tampilkan postingan dengan label Nahdlatul Ulama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nahdlatul Ulama. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 Maret 2018

Ken Zuraida: Jika Ruang Lebar, Santri Bakalan Luar Biasa

Sembilan pesantren dari Babakan Ciwaringin, Cirebon, berhasil mementaskan Permata Kalung Barzanji di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Jumat (7/2) dan Sabtu (8/2). Pementasan naskah terjemahan Syu’bah Asa dan dipentaskan pertama kali oleh WS Rendra itu melibatkan sekitar 50 santri putra dan putri.

Berkecimpung di dunia pementasan sudah banyak dilakukan para santri, tapi pentas santri yang masih aktif dengan dukungan penuh atas nama pesantren, terbilang langka. Apalagi ini melibatkan 9 pesantren.

Ken Zuraida: Jika Ruang Lebar, Santri Bakalan Luar Biasa (Sumber Gambar : Nu Online)
Ken Zuraida: Jika Ruang Lebar, Santri Bakalan Luar Biasa (Sumber Gambar : Nu Online)

Ken Zuraida: Jika Ruang Lebar, Santri Bakalan Luar Biasa

Nah, bagaimana latar belakang, proses latihan dan capaian para santri Cirebon dalam pementasan tersebut, Abdullah Alawi dari RMI NU Tegal berhasil mewawancarainya sang sutradara, Ken Zuraida, di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat malam (7/2). Berikut petikannya:

Bisa cerita asal-usul pementasan dengan para santri Babakan Ciwaringin, Cirebon ini?

RMI NU Tegal

Ada seorang “pendosa”, namanya Ahmad Subanudin Alwy. Suatu saat, berpuluh tahun yang lalulah, Rendra itu bilang, kita ke Solo yuk. Ayo. Naik mobil, ayo ke Bandung dulu. Kita lewat utara, jangan lewat selatan.  Ketika di Cirebon, ditanya rumah Alwi. Kita tanya tanya, tahulah kompleknya. Tapi tak ada yang tahu dimana rumahnya. Jadi ketika masuk komplek Rendra teriak-teriak, “Alwi..., Ahmad Subanuddin Alwi, keluar! Maju sekian meter, dia teriak lagi. Malam, bukan siang, setengah delapan. Gelap. Kemudian ada orang tergopoh-gopoh, “Ada apa? Ada apa? Eh, mas Willi (WS Rendra)”. “Ayo naik, kita berangkat ke Solo”. Itu sekitar 97, 98, antara itulah, lupa.     

RMI NU Tegal

Terus kami ke Solo, baca puisi kecil-kecilan, Rendra main-main, memperkenalkan, ini Alwi. Setelah itu saya harus selalu ngikutin karya-karya penyair yang dipilih oleh Rendra, terutama Alwi. Seringlah kontak-kontakan.

Suatu hari Alwi memperkenalkan kami kepada seorang perempuan penulis, kami tidak tahu. Kami dibawa ke rumah, diperkenalkan; bukunya hebat-hebat. Namanya Nyai Hajah Masriyah Amva. Kenal, kenal, kenal, saya belajar banyak kepada dia. Tiap tiga bulan sekali ketemu. Kemudian ketemu KSS (Komunitas Seniman Santri). Bikin pentas Barzanji, di sini. Mati saya. Sekali ditanya, saya belum jawab. Begitu tiga kali, wah, ini saya harus laksanakan. Kalau orang meminta sampai lebih dari dua nggak dijawab, kurasa, nggak betullah. Ok, sambil jalan saja. Pemainnya siapa, di mana pentasnya? Bagaimana duduk perkaranya? Cirebon bukan rumah saya.

Pendeknya, akhirnya merekrut pemain, dari kampung pesantren itu, dari 42 pondok itu, terpilihlah orang-orang ini. Datang pergi, datang pergi. Gonta-ganti, gonta-ganti selama tiga bulan. Pusing! Mulai punya konsep, mulai mengerti juga Cirebon itu begini, mulai mengerti itu. Nongkrong di mesjid, di kota, balik lagi ke situ. Mulai ngamatin orang membatik dan lain sebagainya. Pendeknya, jadilah seperti sekarang. Begitu.

Proses gonta-ganti sampai mentas itu tiga bulan?

Nggak, saya mulainya dari Agustus (2013). Rekrutmennya tiga bulan. Kemudian latihan intensnya 6 minggu. Per minggu hanya 10 setengah jam satu minggu. Sangat tidak mungkin membikin teater latihan dengan jam seperti itu satu minggu. Tidak mungkin. Tapi itu jadwal yang paling kompromis, menyatukan 9 pondok itu. Anak sudah pulang semua, madrasahnya nggak bolos, ngaji di pondoknya nggak bolos, barulah bisa latihan. Setengah mati. Bikin jadwal setengah mati. Kesulitannya soal mengatur, mencocokkan jadwal para santri.

Yang dahsyat banget menurut saya, mereka para remaja muda yang tidak mengerti teater, dari tidak mengerti. Banyaknya ngaji aja dan sekolah.

Tapi setelah dikasih terori-teori teater, bagaimana perkembangan mereka?

Saya tidak pernah mengasih teori teater ke mereka. Saya ngobrol aja, workshop bareng, seada-adanya, sebisa-bisanya. Mereka anak muda, remaja yang kreatif, cerdas, cepat, berani, banyak juga yang tak terduga, sangat mengajutkam surprise, tak terduga. Dari tidak tahu.

Kan kalau Barzanji di podok kan hanya dilantunkan pada malam Jumatan, marhabanan. Belum juga santri memahami maknanya, isinya, uswahnya, nggak ngertilah. Dan mereka melakukannya semacam upacara ya, keharusan, keharusan.

Dari latihan dari awal semacam itu, bagaimana capaian atau Anda menilai pentas mereka?

Jika saja ada ruang lebih lebar, dan memang diizinkan Allah, bakalan luar biasa. Ya sepuluh setengah jam dalam satu minggu dan kami latihan 6 minggu yang intens, bisa seperti ini. Buat saya, tak ada selain rasa syukur yang bisa saya ucapkan, sepuluh setengah jam dalam seminggu. Biasanya saya latih untuk pementasan teater, 6 jam sehari.

Apa kuncinya mereka bisa seperti itu?

Belajar ikhlas kali ya. Anak-anak yang murni. Mungkin motivasi tadinya beda-beda, ada yang pengen bolos pesantren, ada. Ada yang pengen bolos ngaji, ada. Ada yang pengen kenal orang lain. Ada yang pengen main, ada. Ada yang pengen tahu teater, ada. Banyak motivasi. Dan lucu-lucu. Lucu. Namanya juga anak-anak kan. Keren aja. Inspiratif lah. Jadi membaca banyak kemungkinan baru. Dan punya harapan baru melihat mereka, dan sebagainya.

Saya kira yang mengejutkan bagi saya, di Babakan seluruh pesantrennya salaf. Kalau pesantren modern kan biasanya memang punya grup teater. Itu saja. Hah, Sampeyan yang salaf bisa terima ini. Penontonnya membludak. Di Cirebon itu saya kira ditonton sekitar dua ribuan orang. Ini luar biasa. Seru banget. Padahal becek, hujan. Nggak ada yang pergi. Seru banget. Di Tegal juga bagus, penotonnya banyak. Di sini (Pementasan di TM) memang kami tidak menggarap publikasi. Jadi saya tidak bikin publikasi. Luput saja. Saya kan di Cirebon terus, kan.

Harapannya, banyak yang bisa digarap. Dan teater sebagai salah satu alat dakwah, saya kira insya Allah bisa digunakan.

Menurut Anda kenapa kalangan pesantren sepertinya belum menyadari teater sebagai alat dakwah?

Saya nggak tahu. Mereka yang bisa jawab. Nggak berani menebak, nggak berani  menyimpulkan juga. Saya tidak pernah bertanya di wilayah itu. Merasa nggak patut saja.

Mungkin nggak bakat ini ada di pesantren lain?

Insya Allah. Bagi saya, setidaknya ada pengalaman teman-teman santri ini lebih mengenal diri sendiri lewat teater itu. Lebih menyadari bahwa ngaji itu penting. Sekolah itu penting. Hormat kepada orang tua itu penting. Ingat rumah itu penting. Yang tadinya mungkin sudah rutinitas sajalah.

Apa hubungannya itu dengan teater?

Kan untuk anak yang bekerja di teater atau yang belajar di teater kan ada disiplin tertentu dan itu mau nggak mau. Sama dengan pembentukan kepribadian, membantu itulah. Harus ditanya sama anak-anak Bengkel. Ini metodenya Rendra. Bukan metode saya.

Mungkin ada saran untuk pesantren-pesantren lain dari hasil capaian dan pengalaman ini?

Nggak berani aku. Saya tahu pesantren lain aja nggak. Saya cuma tahu yang di Babakan ada 42 dan masing-masing istimewa. Ada satu pondok yang ngaji kitab. Ada satu pondok yang ngaji Qur’an. Ada satu pondok yang ngaji fiqih, yang gitu gitu. Kan beda. Seru, seru banget.

Pementasan ini punya nasibnya sendiri. Kalau memang ini manfaat kita semua, buat kehidupan, pasti bernasib baik. Dan saya membuktikannya. Berarti harus dikabarkan ya, uswah dalam naskah ini. Begitu kira-kira.

Secara umum, kenal pesantren sejak kapan?

Lamalah, dari lahir kali. Kan baca koran. Ada teman, kok gitu ya, oh dari pesantren. Otomatis jadi tahu. Karena pesantren memang ada kan di Indonesia. Dan metoda pendidikan pesantren kan salah satunya diadopsi oleh Bengkel-nya Rendra.

Apa itu?

Padepokan. Cara belajar yang seperti itu. Bukan isiannya. Bukan materi kajiannya, tapi metodanya.

Kalau dari segi naskah, apa ada improvisasi dari naskah sebelumnya?

Rendra iya, tidak pada saya. Saya hanya mengedit bagian tertentu saja, saya copot karena tidak terlalu relevan teks itu untuk dimainkan remaja, begitu.

Berikut selintas profil Ken Zuraida

Ken Zuraida lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 15 Mei 1954. Pernah kuliah di Unpad, Bandung (1973) dan Akademi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta (1974. Istri dramawan legendaris Indonesia, W.S. Rendra ini terlibat di Bengkel Teater Rendra sejak 1974 hingga sekarang.

Berikut pengalaman pentas Ken Zuraida menurut Wikipedia.

Tahun 1960-an teater kanak-kanak di lingkungan terbatas

Sejak 1975 berpentas sebagai Setyawati dalam Kisah Perjuangan Suku Naga produksi Bengkel Teater di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Selanjutnya dalam drama “Egmont” di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki pada tahun yang sama.

Tahun 1985 menangani artistik panggung di pentas baca sajak Rendra di gedung besar beberapa kota.

Tahun 1986 artistik direktor pentas Panembahan Reso.

Costume dan Set Designers Rendras adaptasi Hamlet 1990, TIM Jakarta

Tahun 1987 mengubah suasana gereja St. Ann di New York untuk pentas “Selamatan Anak Cucu Sulaeman”, lalu di Tokyo, Hiroshima, pentas berikutnya di kota besar di Indonesia dan th 1998 di Kwachon, Korea Selatan.

Koreografer dan penari "Nocturno", di Malang dan Bandung 1994

Produser bersama Rendra, dan Agus.S.Sarjono, Internasional Puisi Indonesia tur ke Belanda, Jerman, Austria, Palestina, Maroko, Malaysia, Makasar, Bandung dan Solo, 2002

Menulis Wayang Plastik Drama Akarawa, penampilan di sekolah umum di Sumatera dan Jawa

Membaca puisi Brigitte Oleschinski TIM Jakarta, 2003

Sejak itu menangani pentas “Oidipus Sang Raja” serta pentas-pentas di luar negeri hingga “Sobrat”, 2005, di Graha Bhakti Budaya, Jakarta.

Tenaga ahli artistik di beberapa pentas di Eropa, juga Asia.

Sebagai pemain Nenek berusia 678 tahun dalam pentas berdua dengan Rendra “Kereta Kencana” memperoleh pujian di kota-kota besar Indonesia hingga Kuala Lumpur Malaysia.

Menerjemahkan drama dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia untuk beberapa pentas grup drama di Indonesia.

Menulis Monolog dan memainkannya sendiri pada festival Monolong di Taman Ismail Marzuki, 2005.

Beberapa bulan menyutradarai Pementasan Teater Nyai Ontosoroh pada tahun 2006, tapi tidak jadi tayang karena penyutradaraan kemudian digantikan oleh Wawan Sofwan pada tahun 2007.

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Nahdlatul Ulama RMI NU Tegal

Jumat, 23 Februari 2018

Pupuk Kebersamaan Lintas Agama, Gusdurian Bondowoso Putar Film

Bondowoso, RMI NU Tegal - Jaringan Gusdurian Kabupaten Bondowoso dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional mengadakan acara Nonton Bareng Film “Cahaya dari Timur” bersama pemuda lintas agama yang ada di Bondowoso, Jawa Timur.

Kegiatan yang dikemas dengan sederhana ini dilaksanakan di halaman Kampus Akedemi Komunitas Negeri Bondowoso (Akom) Kabupaten Bondowoso, Rabu (16/11) malam.

Pupuk Kebersamaan Lintas Agama, Gusdurian Bondowoso Putar Film (Sumber Gambar : Nu Online)
Pupuk Kebersamaan Lintas Agama, Gusdurian Bondowoso Putar Film (Sumber Gambar : Nu Online)

Pupuk Kebersamaan Lintas Agama, Gusdurian Bondowoso Putar Film

Koordinator Jaringan Gusdurian Bondowoso Daris Wibisono Setiawan mengatakan hari toleransi mulai diperingati oleh dunia pada tahun 1995. Menurutnya, malam itu adalah momentum untuk merajut kerukunan di tengah perbedaan.

RMI NU Tegal

“Gus Dur pernah bilang Keberagaman adalah bahasa keindahan Tuhan. Menolak keberagaman, memaksakan segala perbedaan, berarti tidak pernah mengakui eksistensi Tuhan,” tuturnya.

Kepala sekolah SMK NU Tenggarang ini berpendapat bahwa agama adalah wilayah pribadinya dengan Tuhan. Sementara hubungan sosial adalah hal lain. “Ketika saya keluar dari tempat ibadah, berarti kita duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, itulah ke indahan keberagaman," ucapnya di hadapan peserta yang sekaligus mewakili pihak Islam dalam pertemuan itu.

Sementara perwakilan Buddha, Hermawan, mengaku bersyukur Gusdurian mengajaknya berkumpul bersama komunitas lintas agama. Ini merupakan pertemuan pertama yang ia ikuti bersama Gusdurian.

RMI NU Tegal

"Saya harap kegiatan ini bisa di laksanakan setiap tahun mungkin kita bisa lebih kompak, lebih maju mudah-mudahan Gusdurian lebih jaya, lebih kompak , banyak teman-temannya untuk kepadulian," harapnya.

Sambutan juga datang dari agama lain secara bergiliran. Acara tersebut dihadiri para pemuda lintas komunitas dan agama, antara lain Kristen, Buddha, Mahasiswa Akademi Komunitas Negeri Bondowoso, OSIS SMA NU Bondowoso, serta organisasi kepemudaan lainnya. (Ade Nurwahyudi/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Ahlussunnah, Nahdlatul Ulama, Fragmen RMI NU Tegal

Jumat, 16 Februari 2018

Imam Mudzakir, Awan PBNU Tutup Usia

Jakarta, RMI NU Tegal. Kabar duka kembali menyelimuti Nahdliyin. Salah seorang A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Imam Mudzakir wafat, Selasa (16/5), pukul 09.15 WIB, di Ruah Sakit MMC Kuningan, Jakarta.

Berita tersebut segera menyebar di grup-grup Whatsapp dan mengundang ucapan belasungkawa dari berbagai kalangan. Sebelumnya, almarhum menjalani perawatan di rumah sakit beberapa hari lantaran sakit paru.

Imam Mudzakir, Awan PBNU Tutup Usia (Sumber Gambar : Nu Online)
Imam Mudzakir, Awan PBNU Tutup Usia (Sumber Gambar : Nu Online)

Imam Mudzakir, Awan PBNU Tutup Usia

Terakhir almarhum mengemban amanah sebagai ketua panitia pembangunan kampus Universitas Nadhaltul Ulama (UNU) Indonesia setelah sebelumnya sukses memimpin proyek pembangunan Masjid an-Nahdlah yang terletak di Lantai 1 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.

Wasekjen PBNU H Ulil Abshar Hadrawi mengenang Imam Mudzakir sebagai sosok pejuang NU yang gigih dan tanpa pamrih. “Beliau sangat ramah dan dermawan. Kita kehilangan salah satu figur yang bisa diteladani,” katanya. (Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal

RMI NU Tegal Ulama, Olahraga, Nahdlatul Ulama RMI NU Tegal

Rabu, 07 Februari 2018

Pelukis: Terus Terang, NU Selaras dengan Indonesia

Yogyakarta,RMI NU Tegal. Pelukis Abas Alibasyah menyatakan bahwa keberadaan NU sangat penting untuk Indonesia, terutama dalam bidang kebudayaan. NU yang seperti itu tidak heran karena watak dasarnya melanjutkan konsep dan apa yang dilakukan Wali Songo. Itu takdir tuhan.

Pelukis: Terus Terang, NU Selaras dengan Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
Pelukis: Terus Terang, NU Selaras dengan Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

Pelukis: Terus Terang, NU Selaras dengan Indonesia

“NU terus terang, selaras dengan indonesia karena menghargai tradisi,” katanya kepada RMI NU Tegal ketika disambangi ke rumahnya di bilangan Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Pria kelahiran Purwakarta, Jawa Barat, ini mengkritik seni rupa yang dianggap Islami hari ini yang seolah-olah hanya kaligrafi. Menurut dia, seni Islam Indonesia berbeda dengan Arab.

RMI NU Tegal

Penyandang gelar Empu Ageng Seni dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menambahkan, biarkan Islam Indonesia yang dianugerahi rahmatan lil alamin berbeda karena sekarang memang waktunya berbeda.

RMI NU Tegal

“Seni rupa itu pada dasarnya mencerminkan kekuasaan tuhan. Siapa yang menandingi atau melebihi ciptaan tuhan? Kita meniru dan memperkenalkan ciptaan tuhan,” kata pria yang mengaku masih kerabat istri Mama Ajengan KH Tubagus Bakri Sempur menjelaskan.

Lebih lanjut, kata dia, dengan NU membuat pameran Matja”; Membaca Seni Wali-wali Nusantara yang berlangsung 27-30 Juli Jogjakarta Nasional Museum (JNM) seperti ini, berarti NU membuktikan perhatian pada seni.

Ia berharap kepada pemuda dan pemudia NU supaya aktif dalam seni rupa karena itu anugerah dan bisa menjadi alat dakwah. (Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal RMI NU, Nahdlatul Ulama RMI NU Tegal

Selasa, 06 Februari 2018

IPNU DKI Jakarta Siapkan Konferwil

Jakarta, RMI NU Tegal. Suksesi kepemimpinan baru di tubuh pelajar Nahdlatul Ulama yang dikemas dalam bentuk Konferensi Wilayah (Konferwil) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)  Provinsi DKI Jakarta tinggal menghitung hari.

IPNU DKI Jakarta Siapkan Konferwil (Sumber Gambar : Nu Online)
IPNU DKI Jakarta Siapkan Konferwil (Sumber Gambar : Nu Online)

IPNU DKI Jakarta Siapkan Konferwil

Beberapa kandidat pun mulai antusiasi, para kandidat berasal dari masing-masing perwakilan cabang yang ada di wilayah Ibu Kota Jakarta antara lain dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Ada juga yang calon dari kepengurusan sebelumnya di IPNU DKI Jakarta.

Menurut Ketua Panitia Arief Faturrahman, Konferwil yang bakal digelar  pada Sabtu-Ahad, 13-14 April 2013 mendatang tempat di Gedung PWNU DKI Jakarta ini bakal diikuti 350 peserta utusan dari 6 Pimpinan Cabang se-DKI Jakarta. Namun dimungkinkan akan dihadiri lebih dari 500 peserta. 

RMI NU Tegal

“Biasa, dalam tradisi konferensi tidak menutup kemungkinan hadirnya utusan tak resmi yang kita kenal akan kita tampung. Alhamdulillah persiapan sudah 70% ,” kata Fatur.

RMI NU Tegal

Acara tersebut akan dihadiri oleh Menteri Perumahan Rakyat, KNPI DKI Jakarta, Kemenag DKI Jakarta,  Ka. Dinas pendidikan DKI Jakarta, Dewan Pendidikan DKI Jakarta, dan  sambutan oleh Wakil DPRD DKI Jakarta serta jajaran pejabat di lingkungan Nahdlatul Ulama.

Hery Susanto Ketua IPNU DKI menjelaskan, selain acara inti berupa laporan pertanggungjawaban pengurus, penyusunan program kerja dan pemilihan pengurus baru juga diagendakan. 

Hajatan IPNU DKI ini terus kita tingkatkan dari tahun ke tahun untuk memacu semangat para kader IPNU khususnya di wilayah DKI Jakarta semoga Konferwil ini berjalan dengan lancar, terangnya 

Redaktur    : A. Khoirul Anam

Kontributor: Yudhi Permana

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Nahdlatul Ulama, Aswaja RMI NU Tegal

Minggu, 04 Februari 2018

Mahasiswa NU Deklarasikan KMNU UII

Yogyakarta, RMI NU Tegal. Mahasiswa berlatar belakang NU mendeklarasikan hadirnya Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Universitas Islam Indonesia (KMNU UII), Sabtu (8/11). Mereka berinisiatif membentuk KMNU UII untuk mengorganisir mahasiswa NU di kampus UII.

"Sebelum ini, kami belum terorganisir sehingga mahasiswa NU di sini terkesan tidak ada," kata mahasiswa FH UII Mazdan Maftukha yang terpilih sebagai Ketua KMNU UII.

Mahasiswa NU Deklarasikan KMNU UII (Sumber Gambar : Nu Online)
Mahasiswa NU Deklarasikan KMNU UII (Sumber Gambar : Nu Online)

Mahasiswa NU Deklarasikan KMNU UII

Pendirian KMNU UII ini berawal dari keinginan agar mahasiswa NU memiliki wadah yang terorganisir. Dengan wadah itu, mereka yang tersebar di sejumlah fakultas di UII dapat terlibat dalam gerakan dan kegiatan-kegiatan ke-NUan di UII.

RMI NU Tegal

Deklarasi berlangsung setelah ziarah ke makam Syekh Jumadil Kubro di Turgo dan KH Mufid Masud di Pandanaran. Dengan deklarasi tersebut, KMNU UII diharapkan ke depan menjadi wadah bagi para mahasiswa NU mengenalkan Islam yang ramah dan konsisten memperjuangkan nilai dan ajaran yang diwariskan kiai-kiai NU.

"Dengan penuh harapan, doa, motivasi juga semangat juang tinggi secara resmi dideklarasikannya KMNU UII. Semoga ini menjadi awal perjuangan yang baik di kampus para pejuang," ujar Mazdan.

RMI NU Tegal

Secara historis UII tidak dapat dipisahkan dengan NU. KH Wahid Hasyim sebagai salah satu bagian panitia Sembilan, merupakan salah satu pendiri Universitas Islam Indonesia. (Ahmad Faiz/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Nahdlatul Ulama, Nahdlatul, Kiai RMI NU Tegal

Jumat, 02 Februari 2018

Ansor-Banser Cilongok Kawal Kaderisasi Pelajar NU

Banyumas,RMI NU Tegal. Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas bersama Satkoryon Banser mengawal sepenuhnya program Diklatama I DKAC CBP KPP PAC IPNU IPPNU Cilongok yang dilaksanakan di Desa Karang Tengah Sabtu sampai Senin, (15-17/10).

Ketua PAC GP Ansor Cilongok Mustangin Diklatama CBP KPP ini sangat positif untuk kaderisasi IPNU IPPNU dan Ansor ke depan. GP Ansor dan Banser punya kepentingan dengan kaderisasi ini sebab IPNU IPPNU merupakan gerbang awal menuju GP Ansor dan Banser.

Ansor-Banser Cilongok Kawal Kaderisasi Pelajar NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Ansor-Banser Cilongok Kawal Kaderisasi Pelajar NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Ansor-Banser Cilongok Kawal Kaderisasi Pelajar NU

“Kalau kaderisasi sudah dilakukan sejak dini maka itu menjadi modal besar untuk kami di kepengurusan,” katanya melalui siaran pers Selasa (18/10).

RMI NU Tegal

Pengawalan GP Ansor, tak sebatas pada pengamanan, tapi juga pada pemberian berbagai materi. “Keterlibatan kami juga sebagai bentuk sinergi antarbadan otonom NU karena secara historis, bisa diibaratkan IPNU-IPPNU adalah adik-adik kami dan kelak merekalah yang akan meneruskan perjuangan kami di Ansor-Banser. Jadi sudah sepantasnya kami ikut mensukseskan kegiatan ini,” ujar Mustangin.

Komandan Rayon Banser Cilongok Ischakul Chasan mengatakan, Banser terlibat dari awal pembukaan sampai penutupan Diklatama tersebut.

RMI NU Tegal

Menurut dia, Banser perlu mengawal kegiatan tersebut terutama pada sesi di lapangan yaitu menyusuri hutan perbukitan Curug Cipendok. “Setidaknya dengan keahlian anggota kami bisa mengantisipsi dan beraksi cepat atas hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.

Ia berharap keikutsertaan Banser pada kegiatan ini bisa menjadi daya tarik peserta agar kelak dewasa bisa melanjutkan jenjang pengkaderannya di GP Ansor dan Banser.

Dari Nu Online: nu.or.id

RMI NU Tegal Nahdlatul Ulama RMI NU Tegal

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs RMI NU Tegal sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik RMI NU Tegal. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan RMI NU Tegal dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock